Kita lahir telanjang, tidak memakai apa-apa, tidak tahu apa-apa, kalaupun ada yang kita punyai, hanyalah sifat bawaan yang nantinya akan kelihatan kalau kita sudah lebih besar. Kemudian kita belajar dari ibu, keluarga, sekolah, lingkungan. Semua itu kemudian membentuk suatu kerangka. Kerangka yang berupa kumpulan pengetahuan masa lalu kita, kerangka dari semua ide kita.
Jadi, kalau kita menganggap suatu hal benar, maka sebetulnya adalah kebenaran menurut kerangka kita. Seandainya kita mendapatkan sistem pendidikan yang berbeda, tempat kelahiran berbeda, lingkungan yang juga berbeda, apakah kerangka kita juga masih sama? Sehingga wajar kalau semua orang mempunyai pemikiran yang berbeda-beda, karena beda pengalaman, beda lingkungan, beda pendidikan.
Contoh : beberapa orang disediakan nasi 1 bakul dan sate kambing 50 tusuk. Yang dihadapi sama-sama sate kambing tetapi pemikiran akan berbeda-beda. Yang sehat dan lapar akan bersemangat, yang punya asam urat akan kehilangan selera, yang temannya baru saja stroke setelah makan sate akan berhati-hati, yang bawa istri pura-pura tidak bersemangat.
Jadi dalam suatu diskusi, agar dipahami bahwa setiap orang akan mempunyai pendapat yang berbeda. Tidak ada yang salah dalam hal ini karena yang benar bagi seseorang, belum tentu benar bagi orang lain. Dengan pemahaman tersebut diskusi kita akan lebih meluaskan wacana kita, lebih memahami pemikiran orang lain.Bekal Perjalanan Jauh
Dibutuhkan koper perjalanan yang kuat, awet dan tidak aus karena waktu.
Koper yang dapat diandalkan adalah bermerek “kasih”. Jangan memilih yang lebih rendah mutunya, nanti akan kecewa waktu akan digunakan di pertengahan jalan sudah rusak. Jangan menawar berapapun harganya, belilah. Berapapun harus dibayar tetap lebih murah. Dengan koper kasih, kita akan percaya diri, akan lebih nyaman. Dengan kasih kita dapat menimmati dan merayakan kehidupan.
Ada beberapa orang yang berdoa sepanjang malam, tetapi apakah ada tindakan kasih yang nyata kepada umat manusia? Apalagi tindakan kasih pada orang lain yang kebetulan tidak punya keyakinan yang sama dengan kita. Pada waktu kita bersaing mendapatkan kedudukan, Tuhan pun kita rayu agar berpihak pada kita.” Tuhan nanti kalau permohonan saya dikabulkan, saya akan puasa dulu kemudian syukuran”. Bukan hanya petugas urusan kenaikan pangkat yang disuap, kalau bisa Tuhanpun disuap agar mengabulkan doa kita dan bukan doa saingan kita Tuhan yang kita inginkan adalah Tuhan yang memenuhi keinginan kita Tuhan Yang Maha Pengasih, tetapi hanya mengasihi kita, kelompok kita.
Hidup bersama orang lain.
Kita tidak dapat mengisolasi diri. Kita tetap tergantung pada orang lain. Nasi yang kita makan, padi ditanam oleh petani, ditumbuk jadi beras dipenggilingan padi milik orang lain, dibawa pedagang ke pasar, dimasak penjual nasi, terus kiat beli nasi. Memakai sepeda motor juga buatan orang lain, yang menjual bensin orang lain lagi. Yang memberi uang kepada kita juga orang lain. Selalu ada ketergantungan dan kita tidak dapat hidup sendiri.
Kalau kita sudah memahami bahwa kita mempunyai ketergantungan dengan yang lain kita akan menghormati orang lain. Menghormati orang merupakan awal tindakan mengasihi orang lain.
Waktu masih bayi, masih anak kecil kita tergantung segala-galanya pada orang tua. Semakin besar sewaktu puber, kita mulai percaya diri, kita bisa melakukan sendiri. Setelah pemikiran kita lebih dewasa kita paham kita membutuhkan orang lain tetapi dalam posisi saling menghargai. Kalau kehidupan kita tergantung sepenuhnya pada orang lain posisinya seperti anak kecil. Kalau ada orang yang merasa bisa hidup sendiri dan kurang memperhatikan orang lain, maka masih puber, masih perlu waktu lagi agar bertambah kedewasaannya. Nanti kalau sudah tua sekali, berjalan saja perlu dituntun baru sadar kalau kita memerlukan orang lain.
Mulailah berlayar.
Untuk mencapai pantai tujuan di seberang kita memerlukan rakit. Untuk melewati samudera kehidupan kita memerlukan rakit. Rakit adalah alat untuk menyeberangi samudera kehidupan. Agama mirip seperti rakit, Tuhan adalah tujuan kita. Pantai tujuan itu ada yang menyebut Surga, kerajaan Alah, Nirwana, Mokhsa atau nama lain yang jelas pada keadaan itu ada kesempurnaan, kebahagiaan yang kekal dan abadi. Jangan sia-siakan waktu untuk berdebat mana rakit yang benar, mana rakit yang baik. Gunakan rakit yang telah anda miliki. Jangan berganti-ganti rakit. Yang penting kita mulai menaiki rakit tidak ada gunanya duduk-duduk mengagumi rakit, mulailah berlayar.
Begitu banyak permasalahan dalam mengarungi samudera kehidupan, kita sudah sibuk sendiri,walau rakit yang kita pakai mempunyai model yang sama, tetapi jalur perjalanan pelayaran spiritual masing-masing orang tidak sama, hal-hal yang dihadapi juga tidak sama. Setiap orang punya jalan tersendiri.
Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Spiritual.
Kita sudah terbiasa memakai pikiran orang lain, sehingga kita tidak kritis lagi. Sebagai ilmu pengetahuan yang dipelajarkan di sekolah, kita dididik itu jawaban benar, itu jawaban salah. Kita percaya karena kalau pemikiran benar kita dinilai 10 kalau salah dinilai 0. Tetapi dalam spiritual mestinya kita dibiasakan memakai rasa, memakai hati, bukan mengikuti pikiran oranglain, sehingga setiap orang mungkin jawabannya tidak akan sama. Perbedaan utamanya adalah yang satu memakai pikiran sedang yang lain memakai hati.
Misalnya kita memakai hati, kita akan merenung apakah istri senang dimadu? Betapa sakit hatinya? Tapi kalau kita tidak memakai hati, memakai pikiran, kita mencari pembenaran, kata pemimpin agama kita boleh beristri empat. Kalau sudah demikian agama hanya sebagai ilmu pengetahuan, bukan spiritual. Sehingga guru agama sama saja tingkatnya dengan guru ilmu lain hanya bidangnya agama. Pengalaman spiritual harus dialami oleh hati diri sendiri. Perjalanan spiritual setiap orang akan berbeda karena hidup yang dialami juga berbeda.
Brahmananda dalam perjalanan naik perahu mendengar orang-orang membicarakan kejelekan gurunya yang sebenarnya tidak benar, beliau menangis sedih dan melapor pada gurunya sri Ramakrishna Paramhansa. Mengapa kamu hanya menangis tanpa berbuat apa-apa, bagaimana sikapmu kalu orang tuamu yang dibegitukan? Pada waktu lain Vivekananda naik perahu dan mendengar tukang perahu menjelekkan gurunya dengan berita yang tidak benar. Tukang perahu tersebut dipegang lehernya dan hampir didorong masuk ke sungai kalau tidak diredakan kemarahnnya oleh orang lain. Beliau juga lapor ke Sri Ramakrishna Paramhansa tetapi komentar gurunya berbeda. Apa kamu tidak malu dengan perbuatanmu. Apagunanya meditasimu? Satu hal yang sama, tetapi reaksi guru berbeda, itulah nilai spiritual bukan nilai pengetahuan matematik. Sepeda itu mempunyai dua ban. Ban yang didepan kurang anginnya maka perlu dipompa, sedang ban belakang kebanyakan anginnya perlu dikempeskan sedikit.
Keberhasilan dan kegagalan.
Bagaikan 2 sisi mata uang yang sama. Kalau punya satu sisi tidak ada harganya. Berharga hanya bagi kolektor, bagi sebagian kecil kelompok masyarakat.
Hanya pada saat lapar kita makan sangat nikmat. Kesekolah pertama kali adalah berat. Kebahagiaan ibarat libur sekolah, nikmat memang tetapi setelah libur anda masuk sekolah lagi. Bekerja itu tidak enak melelahkan, libur tidak bekerja itu enak. Tetapi kalau kita tidak kerja lagi tidak dapat mendapatkan pendapatan itu akan sangat tidak enak.
Pendidikan untuk pertumbuhan.
Kesibukan permasalahan pekerjaan sering melupakan kebutuhan anak mengenai cinta kasih. Kita beli cinta kasih dengan memanjakan anak-anak kita. Untuk melindungi anak, ada juga yang terlalu overprotected, semua permasalahannya kita selesaikan tugas Pekerjaan Rumah saja kita yang mengerjakan.
Burung rajawali yang baik tidak sepanjang waktu mengerami anak-anaknya. Kalau dirasa anaknya sudah mampu, anaknya akan didorong jatuh dari bukit agar segera belajar mengepakkan sayapnya.
Apakah tidak sakit itu sehat?
Kalau kita merasa sakit, kita akan berobat, mungkin dengan ke dokter. Kita mungkin tidak merasa sakit sehingga kita tidak berobat, tetapi betulkah kita tidak sakit? Kita mungkin punya harta, punya jabatan, punya posisi terhormat, akan tetapi kita takut kehilangan harta, takut kehilangan jabatan, takut dilecehkan. Apakah dengan mempunyai hal-hal tersebut kita bahagia? Apakah kita sehat? Kita tidak dapat menikmati hidup kalau kita takut. Kalau masih ada rasa takut, maka sebetulnya kita belum sehat.
Jangan munafik
Kita terbiasa ingin dinilai baik oleh orang lain. Ini awal dari perbuatan munafik. Kita sedih tapi malu kalau kelihatan menangis. Kalau kita terbiasa munafik, maka kita justru melupakan perasaan kita sendiri, tidak menghargai perasaan kita, sehingga akhirnya kita tidak percaya lagi pada diri kita dan kita akan merasa diri kita tidak bahagia. Ini akan menjadi sumber stress. Kita hidup memakai topeng demi orang lain. Ini beban bagi jiwa kita.
Hola dan anaknya menuntun seekor kuda pony. Ada orang komentar punya kuda kok tidak dinaiki, bodoh benar. Kemudian Hola naik kuda sedang anaknya jalan kaki. Kembali ada yang komentar, orang tua tanpa kasih pada anak, dia enak naik kuda sedang anaknya jalan kaki. Kemudian anaknya Hola naik kuda sedang Hola gantian jalan kaki. Kembali ada yang berkomentar, anak tidak berbakti dan tidak tahu diri, orang tua jalan kaki kok anaknya naik kuda. Kemudian Hola dan anaknya berdua naik kuda. Kembali ada yang komentar ayah dan anak kok tidak punya perikemanusiaan kuda kecil kok dinaiki berdua. Akhirnya karena stress Hola dan anaknya keduanya memanggul kudanya??
Hidup ini tidak konsisten.
Sungai itu alirannya tidak pernah konsisten, alirannya membelok waktu ketemu tebing, melambat ketika dasarnya landai, sangat cepat ketika ditempat yang curam, tidak pernah konsisten. Pada waktu air konsisten, tetap, tidak mengalir maka akan membentuk genangan, tidak sehat lagi, banyak lumut dan sarng nyamuk.
Cinta kasih berubah menjadi pengabdian
Hati yang bermandikan cinta kasih, dan diisi dengan cinta kasih sepenuhnya, hanya hati yang demikian dapat memahami pengabdian. Seorang pengabdi akan berhenti mencari, karena ia telah bertemu dengan Sang Kekasih, Ia senang puas, dalam kebahagiaan yang sempurna. Ia berjalan dalam cinta kasih, Apapun yang dia lakukan adalah perwujudan dari cinta kasih. Hidup dia hanya merupakan ibadah. Semuanya ia terima dengan syukur. Seluruh kehidupannya merupakan pelayanan yang tak berakhir
Read More..